Sejarah Al-Qur’an

Sejarah Al-Qur’an
 
Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan.
 
Oleh: Luthfi Assyaukanie


Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja.

Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu.

Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu.

Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat.

Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan.

Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd.

Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya.

Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an.

Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia.

Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il).

Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab.

Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi.

Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang.

Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama).

Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern.

Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an).

Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya.

Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi.

Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum.

Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an.

pre- text
WORD
post- text
%
Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan 92 %
lah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah- 50 %
a meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang 51 %
s-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “al-qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan 66 %
alu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banya 7 %
ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dal 88 %
is (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri m 56 %
llah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara 99 %
an; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi stru 86 %
jadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh 36 %
n dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utam 63 %
memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan I 4 %
tuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari 27 %
Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. 13 %
unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar 73 %
ujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika 25 %
adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karena 68 %
ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga ab 89 %
ad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan 89 %
l-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang t 66 %
terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dij 66 %
diem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja m 91 %
isebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suy 18 %
mperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyut 89 %
tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dal 49 %
n saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al- 6 %
pektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan abu Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, d 37 %
agu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel 10 %
nya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang 23 %
kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik um 25 %
api para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khama 48 %
disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil qu 57 %
m proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan 59 %
aru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat 61 %
n Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sen 73 %
h (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentukny 81 %
’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kese 90 %
ngat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-ki 1 %
site Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ra 5 %
ara kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek koloniali 14 %
Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intel 32 %
an dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an 43 %
naka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatn 46 %
dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desak 47 %
tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eterna 66 %
lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang d 68 %
an baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang 69 %
-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan 75 %
ndisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. S 78 %
-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Kare 79 %
nya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamulla 80 %
ga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis 82 %
dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang seja 83 %
ngat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-ki 96 %
nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah p 67 %
ng paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bert 94 %
ak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya peng 8 %
. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dar 21 %
buah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risala 71 %
ah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qu 39 %
ah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan p 54 %
ar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungn 25 %
a mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebaga 29 %
aklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q. 73 %
i proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah 56 %
a kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi de 20 %
diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah l 34 %
ngka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terj 36 %
desak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijump 49 %
ng dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan denga 93 %
sus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
im. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Ap 16 %
(bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses 59 %
yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-k 51 %
adith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ram 92 %
kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa 40 %
memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teo 41 %
dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia ditur 74 %
mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata m 29 %
ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, literatur, 62 %
untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan 88 %
rti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada d 67 %
rtentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. al-farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi 55 %
a orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artik 18 %
u dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa l 27 %
masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak meny 19 %
iversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di a 51 %
lsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat 55 %
ah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakn 60 %
uang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), da 70 %
batasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab y 77 %
n sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, a 81 %
ntangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manif 94 %
juk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqa 18 %
Sejarah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah al-qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa 0 %
udahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa al-qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga k 1 %
amullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, al-qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan d 2 %
selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca al-qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih ber 5 %
Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana al-qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya 7 %
artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana al-qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al 10 %
saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana al-qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari B 12 %
arjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana al-qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan se 12 %
is telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah al-qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan m 31 %
n banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” al-qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Sy 36 %
Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap al-qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-per 37 %
agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian al-qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci da 39 %
mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis al-qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al- 43 %
’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran al-qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur 44 %
an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat al-qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dal 49 %
ma menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yan 50 %
ang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan al-qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al- 70 %
elah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). al-qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini 72 %
ab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata al-qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan ba 73 %
kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa al-qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang 74 %
ang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata al-qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang un 76 %
atasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat al-qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pered 77 %
asi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan al-qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan ete 77 %
pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, al-qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universa 79 %
uci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). al-qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan A 80 %
sin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan al-qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yan 85 %
rahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan al-qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan 86 %
in al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat al-qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada 90 %
haf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya al-qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang di 92 %
ari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan al-qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji 95 %
yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah al-qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa 95 %
udahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa al-qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga k 96 %
amullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, al-qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan d 97 %
Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, al-qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya ( 98 %
manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa al-qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh 99 %
Sejarah al-qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat prose 0 %
an kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah al-qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). 4 %
sar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ri 88 %
Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang k 51 %
aan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Ut 91 %
ncoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khusu 54 %
un diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan 35 %
rtanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah re 46 %
tanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari 46 %
ahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang 46 %
ranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanj 38 %
k dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan berag 53 %
m dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pe 80 %
daan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pema 80 %
mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganja 9 %
dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat 15 %
es kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan 16 %
ngatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para u 28 %
juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), 29 %
h pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah m 30 %
as dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim 31 %
ni kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’ 88 %
neliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk it 26 %
aya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tuli 9 %
ntalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pi 19 %
n retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. 61 %
idak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia 65 %
14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Ti 74 %
Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunk 77 %
ahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puis 62 %
iapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikas 4 %
sikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya sela 5 %
membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu 7 %
engetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya ba 9 %
erus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’a 10 %
umber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semu 17 %
aya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orien 17 %
hrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, ka 19 %
ir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah 20 %
banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan r 23 %
gan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dar 24 %
s dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamull 66 %
ur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lai 94 %
b suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun s 99 %
asaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siap 3 %
h la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat m 51 %
Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientali 13 %
ngkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucia 34 %
m bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa A 60 %
seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang munc 47 %
mat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, 45 %
ta lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. 48 %
ri Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan M 49 %
g kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi 82 %
a Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. 90 %
terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 67 %
a Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digu 84 %
Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaru 5 %
arya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apolo 8 %
iturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakuk 83 %
iturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, t 86 %
ada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa 13 %
ta melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi ta 30 %
u kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan meliha 39 %
enurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. 43 %
adi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’ 90 %
ringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. 5 %
na pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan r 60 %
ang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, sema 60 %
n-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qu 61 %
matis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini tela 61 %
bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabi 61 %
banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” d 63 %
tur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah p 64 %
yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi man 65 %
a Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti ka 72 %
Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami u 73 %
an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepa 73 %
unkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada buday 75 %
udaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterba 76 %
n-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an dit 77 %
ng eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah per 79 %
upakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditek 99 %
pun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal 27 %
ahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan pe 89 %
sa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Sepe 1 %
a bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatka 14 %
ya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa p 19 %
erusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa be 24 %
Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraks 44 %
an saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahk 89 %
an Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuth 91 %
dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karena 92 %
sa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Sepe 96 %
jarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untu 1 %
bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A. 14 %
n string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan di 42 %
Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah 69 %
jarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untu 95 %
ance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang ad 8 %
isebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak 13 %
borough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel 23 %
ikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. P 30 %
an istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’a 36 %
n, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa 63 %
aya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, a 11 %
uk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau y 12 %
n dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orie 13 %
apun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme uma 32 %
semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada 61 %
la itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memi 91 %
ushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah 91 %
hi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditu 6 %
sus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya 7 %
orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Ta 20 %
hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita h 42 %
emacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia 15 %
ri pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan 9 %
ya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan d 10 %
a, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-a 60 %
nya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengatu 82 %
minya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Te 65 %
rsal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di a 79 %
u ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
ntara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba m 53 %
eka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Ara 74 %
, memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhamm 58 %
ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan i 85 %
tahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat l 45 %
dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar b 13 %
ipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan e 41 %
pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat ma 44 %
’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus 6 %
fi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, da 25 %
Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan 71 %
rinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan 45 %
yu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya 56 %
ya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah y 93 %
apun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, p 94 %
wa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih 25 %
kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bis 11 %
yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa s 24 %
-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan I 89 %
nnya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata 51 %
esan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas se 51 %
. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu tela 13 %
r bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nam 20 %
utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil s 41 %
enyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal in 59 %
). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, ka 59 %
cara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasyki 83 %
-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang 11 %
ung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an 12 %
sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh 16 %
ng dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini y 17 %
a bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” 25 %
a ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi conc 31 %
alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yan 41 %
ntum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi sa 42 %
i ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lai 26 %
dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia 33 %
elah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik 13 %
sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis tel 30 %
Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak ya 87 %
oris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa i 61 %
lam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah 64 %
ebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa 71 %
iberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah 71 %
i dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, 76 %
yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan da 17 %
itas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis o 6 %
tu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif kar 18 %
u adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an den 5 %
refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya 5 %
dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an 84 %
uk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel 17 %
bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khu 32 %
oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang t 69 %
hat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kes 85 %
aya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah l 9 %
an ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, s 17 %
al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis sat 19 %
yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tu 21 %
s-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-te 32 %
-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang 47 %
sen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan 49 %
’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan k 50 %
ebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaik 52 %
at membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yan 52 %
but “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), 57 %
han dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il a 59 %
belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada a 60 %
dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecam 62 %
h yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyim 63 %
literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, buk 64 %
ebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-tek 65 %
anusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikul 65 %
rnal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna la 67 %
stilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan ti 68 %
hnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an 70 %
lah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadi 79 %
) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga 81 %
“i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlih 88 %
yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks perist 85 %
kan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk me 87 %
an melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita 1 %
n memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukan 2 %
terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al 4 %
n model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, sa 6 %
ecara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an da 7 %
kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya d 11 %
erlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentin 14 %
a sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua me 15 %
curigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua ora 16 %
Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba l 17 %
itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Unt 17 %
al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya t 18 %
atupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, 19 %
ekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an 21 %
san dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diper 22 %
yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin menden 24 %
ar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangka 26 %
eskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. 27 %
ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli lo 28 %
kumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para oriental 30 %
i sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa ya 31 %
untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya tek 32 %
eks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritis 33 %
stilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya 34 %
tilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan p 36 %
perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kit 37 %
ersoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga 38 %
tnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya meng 39 %
an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang 40 %
aitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singu 42 %
al-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan st 42 %
i; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan b 42 %
pahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis 43 %
ris Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pe 43 %
an kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaa 45 %
misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Na 46 %
terusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menst 46 %
Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), ada 47 %
ituasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temp 49 %
lam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh 49 %
kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tu 50 %
yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antar 53 %
an antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasi 53 %
uk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-t 61 %
tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dal 61 %
eraksi sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak 62 %
an porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan 63 %
dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis 63 %
ahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kem 65 %
an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus 66 %
dap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanji 66 %
ah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleks 68 %
dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, ya 69 %
tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun oran 69 %
roses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad 70 %
ah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, 71 %
am, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, 71 %
elumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak a 72 %
mata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi 75 %
alah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berk 75 %
rsal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’ 77 %
-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lai 78 %
r, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia 79 %
rena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antar 79 %
n (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamul 81 %
l sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya ada 83 %
g cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menj 86 %
teks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” 86 %
usaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin 89 %
an bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), perso 89 %
abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang 90 %
nyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahw 91 %
syah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping 92 %
yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tau 93 %
nsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kala 94 %
nteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat pros 95 %
an melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita 96 %
n memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai s 97 %
yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di du 38 %
mi utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). 73 %
kan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia i 2 %
Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada 5 %
an juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semac 7 %
aca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-kary 8 %
m ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab 10 %
tu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masa 11 %
merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat 12 %
Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai 12 %
kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kr 14 %
nan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena 21 %
kel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mer 24 %
para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras d 31 %
kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa 44 %
anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasu 46 %
but, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ay 49 %
terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam 58 %
adi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Ha 59 %
a Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al- 64 %
ara sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak 69 %
:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah 73 %
ada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. 76 %
, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi di 79 %
karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan im 93 %
manen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al- 94 %
kan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia i 96 %
na ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kita 98 %
a wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- 67 %
mpai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, s 57 %
sia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu de 57 %
ya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar 58 %
Sejarah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi da 0 %
lan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan d 5 %
penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kala 8 %
r, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjas 13 %
. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semac 14 %
npa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita 16 %
an dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli 21 %
rah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tuli 22 %
artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam art 23 %
buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya mer 24 %
l). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan ba 36 %
ap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” A 36 %
lama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, 36 %
unia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekal 39 %
cuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi 41 %
ity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaik 42 %
n Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, 44 %
itab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal da 45 %
g sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’aluna 45 %
na desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, ma 48 %
uf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami o 54 %
ya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan 58 %
Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan tera 73 %
uali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan 74 %
memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena se 74 %
ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah 76 %
susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memi 85 %
akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang ima 93 %
nnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresi 94 %
mis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi da 95 %
estasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi ka 98 %
dalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kat 48 %
ebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memaha 40 %
siawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada 2 %
batasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-t 3 %
tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel 4 %
lisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut s 23 %
hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, diangg 26 %
emiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup 33 %
itos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektua 36 %
u Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubu 37 %
dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’a 39 %
ebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang diha 47 %
afdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini san 51 %
ih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangku 53 %
leh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, ki 53 %
kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan pers 54 %
umen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, s 75 %
agam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara 80 %
rbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah prod 80 %
siawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada 97 %
batasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifesta 97 %
iskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan sem 22 %
oleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-isti 34 %
ang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwa 58 %
oba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terh 37 %
ang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang haru 27 %
ahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-j 27 %
intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh dig 33 %
nggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang 34 %
kspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. P 63 %
itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah s 71 %
saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, p 12 %
ah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. 92 %
ip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan s 20 %
19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi de 36 %
h sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tida 68 %
am. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tan 15 %
-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “ 63 %
. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama 31 %
a-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interak 61 %
baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susun 84 %
a di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada 48 %
ikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Musli 52 %
eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inn 66 %
mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras 46 %
adi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa i 67 %
i akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ula 49 %
informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sum 16 %
dak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya ad 69 %
ri kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka t 79 %
bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Ta 83 %
Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada 84 %
karang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberi 83 %
n. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gili 30 %
a tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi 43 %
ik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah mod 43 %
dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami f 43 %
kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu me 58 %
ng kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (ya 45 %
semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkait 41 %
singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan me 42 %
itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari di 55 %
, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang 23 %
sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward 14 %
sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orien 16 %
ap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artik 4 %
ibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memi 57 %
l ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk 60 %
satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggu 72 %
aya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak 13 %
uk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Da 18 %
psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dal 56 %
tas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah ya 66 %
i kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Mu 99 %
tnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di duni 47 %
Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualism 32 %
mi oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wah 55 %
jadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dam 87 %
ahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama sec 99 %
rapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi unt 7 %
isi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut say 64 %
lasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Ba 74 %
karang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan se 82 %
masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sek 85 %
ancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “ma 86 %
n, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar se 41 %
alamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya ya 81 %
nan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks 85 %
wi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingk 2 %
ekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa y 15 %
, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kep 16 %
at membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an deng 39 %
tkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi p 47 %
wi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingk 97 %
hatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan pro 14 %
n dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, da 42 %
kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dala 66 %
makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi 68 %
il, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa man 79 %
yat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah 49 %
Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena p 59 %
oalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, 52 %
i Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu de 54 %
, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap 39 %
i historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejara 43 %
iki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ah 92 %
ri bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal d 59 %
ita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (i 41 %
ha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu 42 %
agamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana 6 %
nulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Isl 90 %
karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologeti 8 %
oduktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Je 22 %
u itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di lua 26 %
u juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. M 42 %
oalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempe 54 %
usia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Da 57 %
bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah 94 %
fsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. S 56 %
ni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan kontek 94 %
jis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man q 27 %
apa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada 29 %
ggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah meng 27 %
ilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh 99 %
. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama ad 81 %
tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita k 84 %
a yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hing 89 %
ngga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan 89 %
yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjel 37 %
saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan 43 %
, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. 38 %
asa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, da 53 %
eluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
b suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-m 35 %
keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, say 3 %
rti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu d 42 %
ptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, 68 %
kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 73 %
, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak ku 74 %
unikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai de 76 %
susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu 86 %
iwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena y 86 %
keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari 97 %
ng disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al 18 %
susnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, se 18 %
a telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa 89 %
a memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-S 89 %
ma Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya I 91 %
n Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas 91 %
an penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia 65 %
ya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu h 25 %
ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka 50 %
gan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari 94 %
ri Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip 93 %
Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
arang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan 16 %
iturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberi 3 %
ngkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orie 24 %
ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya piki 8 %
ereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi 16 %
bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk m 17 %
g-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, ya 21 %
muan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, 32 %
uci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama- 38 %
bantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan m 39 %
arah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidu 44 %
umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak memb 51 %
il quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disam 59 %
h bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia se 61 %
utan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin 83 %
a dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghanc 85 %
logisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan ap 87 %
ay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya r 9 %
ah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah 66 %
(yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang haru 99 %
n dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya 67 %
Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di m 75 %
uk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) 32 %
h seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif la 36 %
umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah ke 53 %
dalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai 33 %
ya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku 6 %
a potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang 57 %
gunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecaman, dan ju 62 %
nya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada y 72 %
n Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari 4 %
ng berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja 26 %
umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, mes 26 %
b. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an 64 %
berian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti 84 %
gat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadi 90 %
). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam 68 %
tisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman 34 %
pa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan i 36 %
n penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ul 90 %
website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama b 5 %
an apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. 9 %
, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim 11 %
ng biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Say 13 %
orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan 17 %
eperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL se 22 %
dih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya 26 %
filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dip 54 %
wah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nab 57 %
Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti dibe 71 %
d bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13) 72 %
ka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Q 80 %
rnal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap per 81 %
rus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas- 90 %
s ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang 36 %
ffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan d 63 %
Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al 89 %
qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) j 28 %
ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat 29 %
erenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian 4 %
anggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur 27 %
n lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh 28 %
“tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu mili 25 %
ing. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi 42 %
yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat ten 48 %
an itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website jil sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memilik 23 %
Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki ke 2 %
a khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Ba 7 %
ang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa y 29 %
.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang 36 %
dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama 38 %
maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya 42 %
ian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuann 50 %
si sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak meng 62 %
si-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, men 64 %
h pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, 78 %
an-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah p 80 %
n, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri ya 94 %
Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki ke 96 %
liki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (da 98 %
at dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai d 45 %
m ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti 50 %
ulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tap 51 %
pa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan 30 %
n, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, unt 37 %
agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kit 39 %
mahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab s 44 %
l yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan jug 49 %
ng terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem be 90 %
udian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal in 66 %
tikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, 66 %
nkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada k 78 %
erti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dal 79 %
sal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap 81 %
ggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafa 55 %
ngan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahua 8 %
ang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat pan 10 %
prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel s 20 %
eka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyi 27 %
bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia da 73 %
kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada 25 %
masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa meruj 11 %
el itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka 19 %
f dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, 22 %
itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. De 48 %
il fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk ba 60 %
taks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan ole 61 %
enggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang 73 %
). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak leb 74 %
alah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan 79 %
bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mush 92 %
uku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan kary 18 %
s, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu 18 %
arya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut n 19 %
na Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan say 7 %
bang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya 8 %
ulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasi 10 %
leksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam 47 %
kan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ay 48 %
sa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali 73 %
penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata- 74 %
’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah se 51 %
saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa ba 15 %
ak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada n 19 %
disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. In 8 %
atakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam 17 %
-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penert 89 %
as itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke 89 %
ang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu diangg 27 %
para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. 68 %
i, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assya 2 %
i, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebag 97 %
yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed A 6 %
Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan denga 41 %
ti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan deng 73 %
(JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya m 5 %
ci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal 45 %
ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti 46 %
ah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti mas 35 %
ngakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake o 25 %
dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalam 66 %
snya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang me 87 %
(bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki 57 %
ja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingg 58 %
nologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi d 83 %
aktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quww 59 %
yaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhada 3 %
nia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang 16 %
sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Lu 24 %
. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikol 55 %
a pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan b 72 %
hasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur 74 %
pa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa ma 75 %
bawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya 15 %
an dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan ap 31 %
jalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), 47 %
pikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelas 31 %
lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) ya 99 %
bagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifes 98 %
miliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertam 2 %
n sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka 13 %
kup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qu 86 %
ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan ba 91 %
anifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. 94 %
miliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manife 97 %
atuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. 40 %
,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misal 34 %
bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah ( 76 %
perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbat 76 %
rbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur 77 %
ga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunka 2 %
ga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunka 97 %
orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. M 70 %
rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya 10 %
ebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan 93 %
k ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal- 48 %
h umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
n-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-seb 51 %
sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
t itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Na 18 %
alisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalny 55 %
dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kal 1 %
ngan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang s 17 %
tiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ugh 29 %
n, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi u 38 %
detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, 40 %
para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal 41 %
Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lain 42 %
t saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Da 43 %
sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat din 44 %
hap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-a 82 %
a kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa 83 %
hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis 84 %
ang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak ya 85 %
dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kal 96 %
kan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dika 28 %
l-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya berunt 11 %
ihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap kl 11 %
a merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, al-Fihrist karya Ibn Nadiem, 18 %
lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i 35 %
enjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masala 38 %
ian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahan 40 %
kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi deng 44 %
di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dun 53 %
n adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-k 2 %
dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan a 11 %
h yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah 78 %
idak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama) 80 %
n adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-k 96 %
dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). A 98 %
ab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. S 12 %
karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burha 11 %
tu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, sec 38 %
ansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan a 53 %
, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunak 54 %
d, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semu 15 %
gucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejara 3 %
sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, 62 %
k lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digu 75 %
, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adala 77 %
iki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan 86 %
nyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan m 94 %
umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Si 33 %
erbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan za 76 %
u berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamulla 76 %
makasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an 4 %
menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang ta 32 %
ri mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para 14 %
ama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal s 82 %
perti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan s 85 %
lu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya 8 %
ang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan di 20 %
i jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan liha 28 %
n pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas 51 %
lah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu - 67 %
am salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adala 67 %
n dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kita 34 %
asi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan p 2 %
asi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan deng 94 %
asi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan p 97 %
Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan 98 %
n buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat 17 %
lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al 49 %
uncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi 61 %
m memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu me 9 %
Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Seca 6 %
ng pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menu 21 %
adi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah 21 %
saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namu 21 %
tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di 52 %
ena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunik 75 %
al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keya 92 %
rah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi 4 %
a la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-ja 28 %
emanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat ya 82 %
iturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cuk 85 %
dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: L 2 %
dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demi 97 %
pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bah 63 %
i dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-perta 45 %
khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi k 49 %
sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip na 20 %
nya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap ta 26 %
uwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan 60 %
p kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimaka 3 %
da orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang be 25 %
Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan 28 %
gabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal 41 %
seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur 42 %
an kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Q 48 %
akukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci it 80 %
sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang ter 87 %
dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) men 58 %
hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang 28 %
asan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, 3 %
n komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai 75 %
asan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi da 97 %
nting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lai 1 %
suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifesta 79 %
nifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempur 79 %
Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejaraha 94 %
nting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lai 96 %
arahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan 98 %
esamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa Al-Qur’an d 98 %
dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kit 28 %
yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang d 47 %
ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam 65 %
asa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang 66 %
da orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempa 75 %
nal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-p 79 %
mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di du 1 %
mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di du 96 %
ur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk menginga 1 %
liki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang 33 %
substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hub 53 %
para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab s 53 %
kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanj 83 %
l-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda b 83 %
sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang ditu 84 %
ur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk menginga 95 %
man kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak 35 %
kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi ag 38 %
elihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu ba 1 %
elihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu ba 96 %
emula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menuli 10 %
l-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisni 62 %
fikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses 69 %
ah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-m 0 %
h (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi sa 30 %
hatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti 40 %
Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut s 43 %
ogresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-m 95 %
i bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus meliha 39 %
-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam seme 40 %
a, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian 43 %
an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berad 64 %
ual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya 5 %
mpengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel 6 %
eh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dar 7 %
yahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan kl 37 %
h kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini b 38 %
s sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menye 52 %
ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansi 52 %
ir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptak 34 %
s seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan 74 %
a ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungk 3 %
ak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” 87 %
iskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatih 91 %
panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al- 11 %
a yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama 30 %
eperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan keseja 2 %
nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. 19 %
ite JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para peng 23 %
eks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa 32 %
diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda sa 57 %
ngan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan kon 85 %
ebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Had 91 %
eperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan keseja 97 %
ikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga 98 %
n Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq 68 %
kir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar be 9 %
hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses tur 55 %
del bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca be 6 %
Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nadiem dan Ibn Abi Daud) da 89 %
ang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan 52 %
Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Q 50 %
n spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menu 5 %
sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” “zindiq 34 %
yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dia 36 %
eragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan anali 54 %
ganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk 10 %
ik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, ag 24 %
nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan 48 %
ebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat p 90 %
i struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut 87 %
Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalag 26 %
mi dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an ad 43 %
ki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil 58 %
dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesat 39 %
n saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang 9 %
terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan ke 74 %
ngguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berin 44 %
astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besa 41 %
iskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendap 10 %
im klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan 54 %
paikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena sep 72 %
unan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunk 86 %
saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman me 92 %
ereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan 29 %
). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut s 29 %
ada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dar 1 %
arus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yan 27 %
ada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dar 96 %
Sejarah Al-Qur’an: Rejoinder mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukanny 0 %
an Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukanny 95 %
kan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar 3 %
juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puis 63 %
ang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah 70 %
mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik t 32 %
-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an 49 %
mpu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dar 59 %
il fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka 59 %
sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tah 82 %
yat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah 82 %
persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bag 90 %
an surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya 92 %
dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekan 86 %
a, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Mu 31 %
storis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci 38 %
cara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. 39 %
a agama-agama di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa y 54 %
ereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai pro 55 %
masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah sera 35 %
i dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persola 47 %
si yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang d 49 %
apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. 8 %
masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana 10 %
sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya meru 17 %
i yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut pa 17 %
ar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengg 9 %
ebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia s 21 %
coba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan 6 %
orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya bua 23 %
yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali 40 %
a melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi k 43 %
uga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya 64 %
n Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risa 70 %
t Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, sela 93 %
Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, 53 %
tqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim 19 %
bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya diha 52 %
an penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini s 15 %
ari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake oriental 25 %
Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kal 26 %
ah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni mengh 29 %
n selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi 31 %
lmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesa 50 %
rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menje 55 %
an mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastra 88 %
umnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berb 74 %
s tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan sura 92 %
arena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Ba 12 %
ulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al- 18 %
gan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh 24 %
tu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu T 58 %
kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek kesamaan inilah (dalam bahasa 98 %
) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al- 84 %
lam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bah 26 %
hul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh l 50 %
jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang 26 %
yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka 47 %
ucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa s 35 %
yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan sete 46 %
ususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad 55 %
jenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g 35 %
i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. I 35 %
nsi lainnya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang s 43 %
adhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mem 5 %
gika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-ask 29 %
misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsi 56 %
erbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasik 58 %
anen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “ 70 %
seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah i 71 %
pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan 68 %
ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat 47 %
leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama 61 %
l-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al- 92 %
anya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi 93 %
Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-be 91 %
nyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nam 19 %
tas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, sep 36 %
ang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa modern, menyan 53 %
adapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, 53 %
, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para filsuf muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan me 54 %
ut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan 1 %
an seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan m 46 %
tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mend 48 %
rabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis 56 %
itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengakt 58 %
permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu 70 %
kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya 83 %
dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan 95 %
sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bag 13 %
lah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn nadiem dan Ibn Abi Daud) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalalud 89 %
slam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abba 91 %
leh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapu 67 %
a al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memi 19 %
m Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis it 20 %
ar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan 20 %
Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisa 22 %
da lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur 97 %
keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh s 6 %
lah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’ 67 %
sial, bisnis, puisi, literatur, graffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat da 62 %
u Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk me 7 %
apatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para s 12 %
ebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said 14 %
bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-s 16 %
baca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap 37 %
oalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di 52 %
n menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disipli 55 %
ena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi so 62 %
. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nah 67 %
paya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah conto 69 %
r’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara u 99 %
da lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan t 3 %
dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bi 16 %
milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Isla 26 %
ang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya kea 26 %
esuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dia 26 %
dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaa 69 %
ur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah 75 %
, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yan 14 %
roleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. 17 %
Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki aprior 19 %
ada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja 20 %
ata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al 30 %
Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk men 1 %
a di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. 2 %
yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan sp 4 %
dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaa 5 %
a kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama ori 20 %
hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad homin 29 %
k dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa diguna 31 %
dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, dan sin 60 %
dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Mukt 67 %
Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dar 75 %
h) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembu 77 %
mullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Q 78 %
perti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap s 83 %
tib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian ta 83 %
ukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang 84 %
Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk men 95 %
a di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterbatasan pada lingkup kebahasaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Na 97 %
bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur 27 %
mudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti in 25 %
si Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun ya 93 %
reka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang 20 %
lau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka 10 %
an, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjan 12 %
t oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan 12 %
an dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, ada 14 %
tikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme d 14 %
diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber 17 %
is artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ibn Abi Daud, a 18 %
ya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sab 24 %
at apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah menging 28 %
berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari 30 %
nusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita 40 %
emporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah 45 %
snya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi 46 %
a yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situ 48 %
dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ush 49 %
-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelektual Muslim di masa 52 %
i, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan 54 %
n Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebah 68 %
koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dar 69 %
antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusia 80 %
tara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal d 81 %
yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat seka 81 %
adi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai 70 %
bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ib 72 %
an peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang d 44 %
engkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam 84 %
pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang univers 77 %
ra kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (huma 80 %
Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptakan” (makhluq) dalam kebaharuan (m 68 %
Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-i 64 %
rjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk 15 %
i ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang d 30 %
ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus dipe 90 %
gecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudia 24 %
ntuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul 82 %
sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar penga 24 %
adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel it 9 %
liki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin me 24 %
g rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, 74 %
innya. Menurut saya, dimensi historis Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguh 43 %
karang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan 85 %
an hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat 90 %
ses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya 56 %
elanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya 39 %
Al-Qur’an adalah modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentu 44 %
asa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di anta 80 %
ur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang ter 78 %
h satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah 40 %
dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia 86 %
nakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan 76 %
nya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina A 27 %
proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muha 70 %
g dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang pa 93 %
ana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi k 13 %
artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih pia 21 %
n kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al- 91 %
ggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran 64 %
a Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk il 64 %
) dan bahkan hingga abad ke-10 (masa Jalaluddin al-Suyuthi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi i 89 %
dap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabi 38 %
nafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsu 52 %
a di dunia. Para filsuf Muslim klasik mencoba menjelaskan persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya 54 %
struasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situas 47 %
n intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Za 37 %
itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kro 82 %
t bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ah 45 %
kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, 85 %
endiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik 23 %
reka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus 50 %
l ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia 60 %
zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa 76 %
Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarah 81 %
sanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang m 9 %
orno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur y 63 %
rn, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya agama-agama di dunia. Para f 53 %
esar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses 58 %
ah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas 57 %
un, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau say 20 %
usnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, t 32 %
manensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan 93 %
persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah 65 %
a di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang 80 %
Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya k 21 %
empelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yan 55 %
kan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen pen 56 %
potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada seju 59 %
alisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yan 59 %
r’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya 0 %
ahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan t 70 %
dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya 95 %
ard Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakin 15 %
kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “J 56 %
teratur, graffitti, kecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi dieksp 63 %
mbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga dit 63 %
membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. an 35 %
kan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau per 26 %
yidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan janga 28 %
i sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berka 28 %
mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos in 35 %
taan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumra 59 %
h latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada 9 %
zab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan ak 92 %
ng terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikir 8 %
tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika 10 %
seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjela 73 %
Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan it 5 %
l Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya 23 %
il khamr, anil ahillah, anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus 46 %
Sejarah Al-Qur’an: rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pemb 0 %
mpakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan 21 %
i” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke 88 %
alan-persoalan klasik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat m 38 %
ntelektual Muslim di masa modern, menyangkut hubungan antara risalah kenabian, kitab suci, posisi Allah, wahyu, dan beragamnya ag 53 %
urut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah r 70 %
engutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti 71 %
Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42 72 %
sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang 65 %
dalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Alla 70 %
mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya co 17 %
soalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka 54 %
  s ejarah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an de 0 %
-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak 48 %
eterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sej 77 %
ara pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepad 24 %
berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperl 13 %
aja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar b 19 %
al. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misalnya (yas’alunaka anil khamr, anil ahillah, anil m 45 %
g muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang 48 %
si, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses 69 %
ertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel s 3 %
tutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “ka 34 %
a seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah 35 %
sa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, dimensi histo 43 %
g umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensia 57 %
secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya ke 57 %
mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki 91 %
Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah mengh 92 %
Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap 56 %
nilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lah 67 %
tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan penge 23 %
pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adal 1 %
ruk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperol 16 %
r’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang ka 44 %
mis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan p 45 %
di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu da 51 %
pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adal 96 %
n sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamny 22 %
r Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca ka 7 %
menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik sepert 10 %
ehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur 12 %
h para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada per 12 %
orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penak 14 %
mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya tel 88 %
an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya. Menurut saya, 43 %
penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manus 56 %
ki daya kenabian, hanya saja intensitas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad me 58 %
yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidh 67 %
menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesej 39 %
n Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan k 72 %
ia diturunkan. Oleh: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah m 3 %
a yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan 4 %
, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca 5 %
giatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri y 5 %
ulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi in 6 %
baca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya 6 %
an mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa 6 %
rapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, seba 7 %
rya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis 8 %
elama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dal 8 %
arya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya kurang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apo 8 %
rang adil kalau saya hanya mensuplay ke dalam memori pikiran saya pengetahuan apologetis saja. Inilah latar belakang mengap 9 %
pologetis saja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, 9 %
Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih teru 9 %
artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau be 9 %
mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, saya mendapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Bar 10 %
perti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingg 11 %
n, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibua 12 %
eruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Q 12 %
laim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa dis 12 %
itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan 13 %
ingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum 15 %
a rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis art 17 %
m menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya k 18 %
m, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar ba 19 %
sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang 19 %
apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-pal 20 %
gka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya a 20 %
u saya kutip nama-nama orientalis itu, paling-paling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terja 20 %
mal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tuli 21 %
menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha 24 %
eksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari say 24 %
aya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka b 24 %
a dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk kepada orientalis, agar kemudian mereka bisa berteri 24 %
berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, il 25 %
peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah 39 %
al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa h 88 %
sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa I 88 %
kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala 27 %
bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dala 51 %
Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang ter 7 %
an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarah 13 %
n agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah p 29 %
ualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gu 33 %
manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil- 39 %
menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). A 56 %
ni telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial, bisnis, puisi, liter 62 %
saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam 64 %
tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” 70 %
pembawa risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanl 71 %
ap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kr 86 %
sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). 88 %
asaan dan kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesam 98 %
tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh pa 14 %
kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai 87 %
sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan a 30 %
. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil p 39 %
kanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang s 64 %
risalah (message), dan risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agam 71 %
yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologi 86 %
n kesejarahan di mana ia diturunkan. Namun demikian, sebagai sebuah manifestasi dari kalamullah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kes 98 %
klukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah san 15 %
ingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi 29 %
orong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al- 88 %
ebih berkesan dan mempengaruhi intensitas keberagamaan saya. secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan j 6 %
sik hubungan antara wahyu, kitab suci, dan risalah kenabian, secara umum. Selanjutnya, masalah ini juga dapat membantu kita menj 38 %
a (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabian, hanya saja i 57 %
ap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti k 82 %
. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. 85 %
imatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
kan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
aja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. sedangkan orang lain, apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka pun 26 %
eriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu 25 %
n. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana 12 %
enabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil q 58 %
yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai alat komun 61 %
  sejarah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan m 0 %
Sejarah Al-Qur’an: Rejoinder Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik 0 %
mentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Lib 4 %
, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat den 22 %
orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temua 31 %
suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci 33 %
ristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak 40 %
fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini 44 %
h produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertuli 65 %
g tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah ya 77 %
aat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti j 78 %
alah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. S 84 %
sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qur’an dengan melihat proses-proses pembentukannya, baik 95 %
oses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Al 59 %
engan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, 40 %
k semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada infor 16 %
s (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dileng 83 %
urut saya, keyakinan akan imanensi dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni 93 %
masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah 1 %
artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “ba 7 %
tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan k 76 %
masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah 96 %
dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat b 99 %
ikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba membaca Al-Qur’ 5 %
emacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya 8 %
embuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka b 31 %
muan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanap 31 %
ilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri ada 80 %
a masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanja 83 %
, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkr 33 %
g harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama 7 %
engan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerj 14 %
at al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. 30 %
an kata lain, alasan mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak 74 %
hami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama 41 %
, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya beruntung karena semua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk set 11 %
isme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekaran 15 %
rbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis 16 %
ikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahi 18 %
ja. Inilah latar belakang mengapa artikel itu saya tulis. semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih 9 %
itu, saya mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas 6 %
selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). Al-Qur’an sendiri adalah produk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (ka 80 %
Nya), juga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah 95 %
ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaum 73 %
bn Nadiem, dan al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sad 19 %
, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi p 73 %
njutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa mode 84 %
urunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yan 56 %
ahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memili 2 %
arjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihrist, al-itqan, dan al-burhan. Saya 11 %
l-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientali 14 %
mun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu ta 22 %
ngnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang b 25 %
kemaksuman kitab suci, mitos-mitos pun diciptakan, misalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang 35 %
lim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian 37 %
melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menurut para astrofisika 40 %
ua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kec 41 %
g bang, gravitasi, dan ekspansi; dan (ii) hal-hal maha-kecil seperti quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia 42 %
ehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas 47 %
-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulu 50 %
ta yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak 51 %
yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al- 67 %
risalah itu bernama “Islam.” Sebagai sebuah risalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhamma 71 %
kan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul ke 73 %
h sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Tau 78 %
al. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kala 78 %
an secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini dilakukan pada 83 %
arah Islam hingga digunakannya mesin cetak pada masa modern. seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara krono 84 %
ahwa Al-Qur’an adalah manifestasi manusiawi dari kalamullah. seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memili 96 %
olak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelek 36 %
i mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman. Keterbatasan kosakata Al-Qur’an b 76 %
lah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan orang lain, apalagi orang 26 %
ahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasarnya adalah sesuatu --meminjam istilah para pemikir Muktazilah-- “yang diciptaka 68 %
ses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’ 1 %
ang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dala 69 %
ses-proses pembentukannya, baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’ 96 %
mua kitab itu bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu 12 %
h salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. setiap manusia, secara potensial (bil quwwah), memiliki daya kenabi 57 %
pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an se 86 %
e Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap arti 3 %
andhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh har 28 %
minem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, ka 30 %
us tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad, 33 %
isalnya seperti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan is 35 %
lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, k 18 %
rsolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, 48 %
para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan me 48 %
ng universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah pembukuan Al- 77 %
da mulanya, artikel itu adalah bagian dari refleksi kegiatan spiritual saya selama bulan Ramadhan. Pada bulan itu, saya mencoba mem 5 %
gis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong 87 %
membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik 52 %
ifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterb 2 %
jarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak 33 %
-Qur’an dengan melihatnya sebagai sebuah satu-kesatuan kitab suci dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya y 40 %
n sejarah pembentukan Al-Qur’an, kita mengetahui bahwa kitab suci ini berkembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan ke 44 %
al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang 65 %
rsal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah mani 78 %
a, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan selanjutnya juga di antara para pemeluk agama). 80 %
ifestasi manusiawi dari kalamullah. Seperti juga kitab-kitab suci lainnya di dunia ini, Al-Qur’an memiliki keterbatasan-keterb 97 %
lah, Al-Qur’an memiliki kesamaan-kesamaan dengan kitab-kitab suci lainnya (yang juga merupakan manifestasi kalamullah). Aspek 98 %
a seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa 16 %
yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala ( 27 %
erkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang me 29 %
silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencob 33 %
kan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artik 17 %
tkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi 92 %
annya mesin cetak pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan s 84 %
n Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua 85 %
s berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia meng 85 %
an-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi 63 %
menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al 90 %
ullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kit 81 %
ullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan se 82 %
adi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tart 82 %
an pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa Uthman bin Affan. tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilak 83 %
Para pengkritik dan pengecam artikel saya berusaha dengan tak sabar ingin mendengar pengakuan dari saya bahwa saya merujuk 24 %
ar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus di 27 %
gi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirann 31 %
ik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia 32 %
suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya 33 %
arah alam semesta. Menurut para astrofisikawan, alam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i 41 %
quantum, singularity, dan string. Begitu juga Al-Qur’an, ia tak bisa dipahami dengan baik jika kita hanya melihat satu dimen 42 %
ti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada 22 %
da masa Uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga 84 %
auh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa 28 %
gai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua orang den 16 %
dah seperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang 52 %
-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semata, tapi memahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy 64 %
keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondis 77 %
n “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian m 87 %
tu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produkt 21 %
dan permanensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permane 93 %
i concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak mem 32 %
dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam 32 %
n dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan 33 %
da dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qu 65 %
a, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang 3 %
iasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya buka 13 %
tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. Tib 14 %
kan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’a 30 %
omena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ul 49 %
hasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan digunakan oleh masyarakat Arabia sebagai 61 %
kanlah satu-satunya pembawa risalah. Sebelumnya, risalah itu telah disampaikan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Q 72 %
awi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga abad ke-4 (masa Ibn Nad 88 %
-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf Uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang di 92 %
jarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini 31 %
g telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di websi 4 %
ika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstruasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena 48 %
lam semesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti 41 %
kna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarka 87 %
ngan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (Q.S. 14:4). Dengan kata lain, alasan mengapa 74 %
k kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakat 75 %
yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbuka dan tanpa batas. Akses kepada informasi bisa diperoleh semua 16 %
kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang di 4 %
lami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan per 37 %
yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan 66 %
: Luthfi Assyaukanie Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik 3 %
saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, leb 21 %
akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “mem 36 %
ian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil, Zabur, 78 %
n dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kitab-kitab suci itu (dan sela 80 %
jauh-jauh hari juga sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad 29 %
gai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, rasanya ku 8 %
yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (pe 7 %
aya, kajian para orientalis telah membuka banyak dimensi tak terpikirkan dari sejarah Al-Qur’an selama ini. Pada gilirannya, kerja ke 31 %
sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah a 65 %
nusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja 33 %
saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis arti 10 %
i dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu ayatn 66 %
penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu 90 %
thi), persoalan penulisan dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang 90 %
s’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat 47 %
l, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada sejak lama dan diguna 61 %
lah diperlihatkan oleh para kritikus orientalis semacam A.L. tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepe 14 %
anyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian dari mereka, seperti dengan baik telah 13 %
lonialisme dan penaklukkan dunia Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia s 15 %
n al-Itqan karya al-Suyuthi. Dalam artikel itu, sengaja saya tidak menyebut nama orientalis satupun, karena saya sadar bahwa ka 19 %
, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga 23 %
dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang k 48 %
eperti ini sangat membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih 52 %
intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab 65 %
kan” (makhluq) dalam kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan u 68 %
am kebaharuan (muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dil 69 %
h dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus 70 %
s keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah mengutus Nabi Muhammad sebag 70 %
sa, dan Isa (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an 73 %
ab karena semata-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen k 75 %
-mata ia diturunkan kepada orang-orang Arab. Tidak lebih dan tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang t 75 %
manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbedaan di antara kita 79 %
Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan 90 %
ebas-bebas saja membuat pernyataan bahwa Mushafnya Ibn Abbas tidak memiliki al-Fatihah, dan al-Suyuthi bebas-bebas saja meriway 91 %
tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama 23 %
ermusuhan sebagai “orientalis” itu telah banyak berjasa bagi tradisi kesejarahan Al-Qur’an. Saya bukan tidak sadar bahwa sebagian 13 %
n yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il). 58 %
an juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ibrah bi ‘ 50 %
-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan ba 88 %
saya dalam menuliskan sejarah Al-Qur’an. Namun, hanya karena tulisan-tulisan dia sarat dengan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan 22 %
ngan nama-nama seperti Jeffrey, Wansborough, dan semacamnya, tulisan-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JI 22 %
mpaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksikal, da 60 %
lamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. Sejarah 77 %
ari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuh 55 %
ita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat se 29 %
ntalis, agar kemudian mereka bisa berteriak: “tuh kan Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seper 25 %
a yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari juga sudah mengingakan a 28 %
unakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bagaimanapun, kritik teks (khususnya 32 %
lah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an deng 36 %
pai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian para ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga Ushul al- 49 %
annya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz 87 %
su hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ib 90 %
da yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Isla 26 %
aru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat manusia. Di masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korp 33 %
a menjelaskan peran dan fungsi agama-agama di dunia ini bagi umat manusia. Saya menganggap kajian Al-Qur’an dengan melihatnya 39 %
kembang dengan sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Aya 45 %
selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 99 %
al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini 51 %
enyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan intelekt 52 %
ersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang 56 %
adahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, 28 %
S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tid 73 %
eduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, 60 %
mbukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci 78 %
pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap pemanusiaan kal 81 %
baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi 1 %
lis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terobsesi untuk membaca karya-karya semacam ini, sebagai “balance” (penyeimb 7 %
ndapat panduan dari karya-karya sarjana Al-Qur’an dari Barat untuk membuka kitab-kitab klasik seperti kitab al-masahif, al-fihr 11 %
.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukkan dunia Islam. 15 %
a. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang di 17 %
apalagi orang di luar Islam, meskipun mereka punya keahlian untuk itu, dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “na 27 %
irannya, kerja keras dan temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan in 31 %
” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suci, mitos-mitos 34 %
ian historis terhadap Al-Qur’an membantu kita, di antaranya, untuk menjelaskan persoalan-persoalan klasik hubungan antara wahyu 37 %
. Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-ba 87 %
diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarahan Al-Qur’an. Ibn Nadiem bebas-bebas 90 %
baik pada masa Nabi dan masa-masa sesudahnya sangat penting, untuk mengingatkan kita selalu bahwa Al-Qur’an adalah manifestasi 96 %
(muhdath), dan karenanya, ia tidak eternal dan tidak abadi. upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh 69 %
yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi urutan bacaan seperti kita kenal sekarang (tartib al-tilawah). Ini 82 %
ara ulama dan ilmuwan Muslim. Dalam ‘Ulum al-Qur’an dan juga ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meu 50 %
ang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa Arab. Persoalan utama Al-Qur’an, menurut saya, bukanlah persoalan penafsiran semat 64 %
mesta tak bisa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big ban 41 %
awah). Ini dilakukan pada masa Nabi dan dilengkapi pada masa uthman bin Affan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (ta 83 %
hilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menu 92 %
hi bebas-bebas saja meriwayatkan Hadith ‘Aisyah bahwa Mushaf uthmani telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an y 92 %
a ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: “Tidaklah kami utus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat m 73 %
Ali jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan l 28 %
ikan dalam salah satu ayatnya (Inna nahnu nazzalna al-dhikra wa inna lahu lahafidhun Q.S. 15:9). Adapun Al-Qur’an, pada dasa 67 %
n seluruh umat beragama secara umum. Imani billahi akbar wa huwa khayrul musta’an. 100 %
lin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaskan proses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya be 55 %
epenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quww 56 %
rupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan dari potensi (bil quwwah) menjadi kenyataan (bil fi’il 58 %
) menjadi kenyataan (bil fi’il). Dalam proses aktualisasi wahyu dari bil quwwah menjadi bil fi’il ada sejumlah proses reduks 59 %
a, ia menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai 86 %
instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan. Kosakata dari bahasa selalu berkembang 75 %
ntang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada mulanya, artikel itu adal 4 %
an-tulisan itu tampaknya tidak banyak diperhatikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, mem 23 %
yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang be 29 %
llah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramati 60 %
a-tama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang telah memberikan komentar dan kritik terhadap artikel saya t 3 %
erhadap artikel saya tentang “Merenungkan Sejarah Al-Qur’an” yang dipublikasikan di website Jaringan Islam Liberal (JIL). Pada 4 %
a mencoba membaca Al-Qur’an dengan model bacaan saya sendiri yang menurut saya lebih berkesan dan mempengaruhi intensitas kebe 6 %
beberapa buku Nasr Hamed Abu Zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’an dari Barat. Saya selalu terob 7 %
sebagai “balance” (penyeimbang) dari bacaan saya selama ini yang terlalu banyak dengan karya-karya apologetis. Saya pikir, ra 8 %
gapa artikel itu saya tulis. Semula saya ragu menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kal 9 %
menuliskan apa yang saya baca. Tapi, rasanya masih terus ada yang mengganjal kalau belum ditulis. Ketika menulis artikel itu, 10 %
bisa saya dapatkan, sehingga saya bisa merujuk setiap klaim yang dibuat oleh para sarjana Al-Qur’an dari Barat itu. Saya p 12 %
t itu. Saya pikir, para sarjana Al-Qur’an dari Barat atau yang biasa disebut dengan nada permusuhan sebagai “orientalis” it 13 %
lis semacam A.L. Tibawi dan Edward Said, adalah para sarjana yang bekerja untuk kepentingan proyek kolonialisme dan penaklukka 15 %
a Islam. Tapi, saya meyakini, tidak semua mereka seburuk apa yang dicurigai kaum Muslim. Dunia sekarang ini sudah sangat terbu 15 %
epada informasi bisa diperoleh semua orang dengan mudah. Apa yang dikatakan oleh para orientalis itu bisa kita rujuk dan bukti 16 %
a kita rujuk dan buktikan ke sumber-sumber aselinya. Dan ini yang saya coba lakukan dalam menulis artikel itu. Untuk menuli 17 %
Untuk menulis artikel singkat itu, saya merujuk semua buku yang disebut para orientalis, khususnya kitab al-masahif karya Ib 18 %
saya sadar bahwa kaum Muslim memiliki apriori dan prasangka yang luar biasa pada nama-nama mereka. Saya pikir, kalau saya kut 20 %
ling artikel saya akan dicampakkan begitu saja. Agaknya, ini yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang le 21 %
ni yang pernah terjadi dengan rekan saya, Taufik Adnan Amal, yang lebih piawai, lebih ahli, dan lebih produktif dari saya dala 21 %
ikan orang. Di website JIL sendiri, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang 23 %
, ada tiga artikel Taufik, yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan 23 %
yang menurut saya, memiliki pesan yang sama dengan refleksi yang saya buat. Para pengkritik dan pengecam artikel saya beru 23 %
Luthfi ujung-ujungnya pake orientalis.” Saya sedih jika ada yang berkomentar seperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Is 25 %
eperti ini. Seolah-olah, ilmu itu milik umat Islam saja, dan yang boleh meneliti sesuatu hanya orang Islam saja. Sedangkan ora 26 %
dianggap tak layak, dan bahkan kalau perlu dianggap “najis” yang harus dicampakkan. Padahal Sayyidina Ali jauh-jauh hari suda 27 %
kan kita: Undzur ma qaala wa la tandhur man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama 28 %
man qaala (lihat apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang berkata). Para ulama mantiq (ahli logika) jauh-jauh hari jug 28 %
a sudah mengingakan agar kita jangan mudah terjatuh pada apa yang mereka sebut sebagai ughluthat al-askhash (ad hominem), yakn 29 %
, yakni menghukumi sebuah pendapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian 30 %
ndapat semata-mata melihat siapa yang berkata, dan bukan apa yang dikatakan. Bagi saya, kajian para orientalis telah membuk 30 %
an temuan-temuan mereka bisa digunakan untuk menjelaskan apa yang selama ini menjadi concern ulama dan intelektual Muslim. Bag 31 %
kritik teks (khususnya teks-teks suci) adalah disiplin baru yang tak memiliki preseden dalam sejarah intelektualisme umat man 32 %
masa silam, teks-teks suci dianggap sebagai korpus tertutup yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang 33 %
yang sudah selesai dan tak boleh diganggu-gugat. Siapa saja yang mencoba mengkritisinya, dia akan dianggap “murtad,” “kafir,” 34 %
nggap “murtad,” “kafir,” “zindiq,” atau istilah-istilah lain yang sejenis. Untuk membentengi kesucian dan kemaksuman kitab suc 34 %
erti masalah i’jazul Qur’an (e.g. angka 19, dll). Siapa saja yang menolak mitos-mitos ini, juga akan dicap dengan istilah-isti 35 %
juga akan dicap dengan istilah-istilah seram di atas. Itulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang menc 36 %
ulah yang terjadi dengan banyak ulama dan intelektual Muslim yang mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti 36 %
mencoba “membaca” Al-Qur’an dengan perspektif lain, seperti yang dialami oleh Arkoun, Syahrour, dan Abu Zayd. Kajian histo 37 %
i dan sekaligus melihat detil-detil peristiwa kesejarahannya yang manusiawi, seperti kita memahami sejarah alam semesta. Menur 40 %
isa dipahami kecuali kita menggabungkan dua teori utama: (i) yang berkaitan dengan hal-hal maha-besar seperti big bang, gravit 41 %
modal penting bagi kita memahami fungsi dan peran Al-Qur’an yang sesungguhnya. Dari kajian sejarah pembentukan Al-Qur’an, 44 %
sangat dinamis, berinteraksi dengan kehidupan umat manusia, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang di 45 %
a, yang kadang sangat bersifat lokal dan temporal. Ayat-ayat yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan para sahabat Nabi, misa 45 %
anil mahidh, dan seterusnya), adalah refleksi dari kehidupan yang dijalani Nabi dan para sahabatnya. Kasus-kasus seperti minum 46 %
alam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para s 47 %
anusia di dunia yang muncul tiba-tiba karena desakan situasi yang dihadapi para sahabat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika 48 %
abat nabi saat itu. Dengan kata lain, jika tidak ada situasi yang mendesak tersebut, maka ayat-ayat tentang khamar dan menstru 48 %
truasi akan absen dari Al-Qur’an. Fenomena lokal-temporal yang dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an telah lama menjadi kajian 49 %
’an dan juga Ushul al-Fiqh, mereka menciptakan kaedah-kaedah yang tujuannya meuniversalkan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti al-’ 50 %
‘umum al-lafdh la bi khusus al-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti 51 %
-sabab (mendahulukan kata-kata yang umum di atas sebab-sebab yang khusus). Kaedah-kaedah seperti ini sangat membantu dalam men 51 %
tapi tidak membantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Mus 52 %
lam menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih substansial yang umumnya dihadapi oleh para filsuf Muslim di masa klasik dan 52 %
n persoalan-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya 54 %
-persoalan itu dengan menggunakan analisa-analisa yang rumit yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang 54 %
yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari disiplin filsafat. Al-Farabi misalnya menjelaska 55 %
ses turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad sebagai proses yang sepenuhnya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampa 56 %
nya bersifat psikologis (al-nafsiyyah). Agen penyampai wahyu yang umumnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) s 56 %
mnya disebut “Jibril” hanyalah salah satu daya (quwwah) saja yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia, secara potensial (bi 57 %
itas kenabian itu berbeda satu dengan lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia 58 %
lainnya. Daya kenabian yang dimiliki Nabi Muhammad merupakan yang terbesar, sehingga dia mampu mengaktualisasikan wahyu Tuhan 58 %
ses reduksi. Hal ini lumrah belaka, karena pesan-pesan Allah yang universal disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bah 60 %
disampaikan dalam bentuk bahasa manusia, yakni bahasa Arab, yang tunduk pada aturan-aturan retoris, gramatis, semantik, leksi 60 %
tik, leksikal, dan sintaks. Bahasa Arab bukanlah bahasa baru yang muncul tiba-tiba karena Al-Qur’an. Bahasa ini telah ada seja 61 %
ecaman, dan juga obrolan-obrolan porno. Puisi-puisi jahiliah yang banyak mengumbar syhawat dan pornografi diekspresikan dalam 63 %
i diekspresikan dalam bahasa Arab. Puisi-puisi dan literatur yang dianggap “menyimpang” dari Islam juga ditulis dalam bahasa A 63 %
emahaminya sebagai sebuah produk ilahiah (al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terba 65 %
(al-intaj al-ilahy) yang berada dalam ruang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahas 65 %
uang sejarah manusia yang tidak suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” 65 %
suci dan terbatas. Teks-teks yang tertulis dalam bahasa Arab yang kemudian disebut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terha 65 %
ut “Al-Qur’an” adalah artikulasi manusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah 66 %
nusia terhadap kalamullah yang abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seper 66 %
abadi dan eternal. Kalamullah yang abadi dan eternal inilah yang terus dijaga oleh Allah, seperti dijanjikan dalam salah satu 66 %
an tidak abadi. Upaya koleksi, modifikasi, dan unifikasi, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang ses 69 %
si, yang dilakukan baik oleh para sahabat maupun orang-orang yang sesudahnya adalah contoh dari proses-proses keterciptaan Al- 69 %
contoh dari proses-proses keterciptaan Al-Qur’an dalam ruang yang tidak permanen dan tidak abadi. Menurut Al-Qur’an, Allah men 70 %
isalah, Islam, seperti diberitakan Al-Qur’an, bukanlah agama yang baru, dan Muhammad bukanlah satu-satunya pembawa risalah. Se 71 %
a (Q.S. 42:13). Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Tidak ada yang unik dari bahasa ini, karena seperti kata Al-Qur’an sendiri: 73 %
tidak kurang. Bahasa manusia adalah instrumen komunikasi yang terbatas pada budaya, tempat, dan waktu di mana ia digunakan 75 %
-Qur’an bukanlah keterbatasan pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada si 77 %
h (kalamullah) yang universal, tapi keterbatasan bahasa Arab yang tunduk pada situasi dan kondisi saat Al-Qur’an diturunkan. S 77 %
ah pembukuan Al-Qur’an adalah sejarah pereduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab- 78 %
eduksian kalamullah yang universal dan eternal. Seperti juga yang terjadi pada kitab-kitab suci lainnya, seperti Taurat, Injil 78 %
, Injil, Zabur, Al-Qur’an adalah manifestasi dari kalamullah yang eternal dan universal. Karena manifestasi dilakukan dalam ba 79 %
universal. Karena manifestasi dilakukan dalam bahasa manusia yang beragam dan tidak sempurna, maka terjadilah perbedaan-perbed 79 %
oduk pemanusiaan (humanizing) pesan-pesan Allah (kalamullah) yang universal dan eternal. Dalam sejarahnya, ada dua tahap peman 81 %
ua tahap pemanusiaan kalamullah itu hingga menjadi bentuknya yang kita lihat sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan a 82 %
at sekarang. Tahap pertama adalah tahap pengaturan ayat-ayat yang diturunkan secara kronologis (tartib al-nuzul) menjadi uruta 82 %
fan. Tahap selanjutnya adalah pemberian tanda baca (tasykil) yang dilakukan sepanjang sejarah Islam hingga digunakannya mesin 84 %
pada masa modern. Seperti kita ketahui, susunan Al-Qur’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kit 85 %
’an yang diturunkan secara kronologis berbeda dengan susunan yang kita lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua damp 85 %
ta lihat sekarang. Perubahan susunan ini memiliki dua dampak yang cukup penting: pertama, ia menghancurkan konteks peristiwa d 85 %
menghancurkan konteks peristiwa dan kesejarahan setiap wahyu yang diturunkan; dan kedua, ia menjadikan Al-Qur’an sebagai sebua 86 %
a menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah bacaan “magis” (karena yang ditekankan bukan makna kronologisnya, tapi struktur kebahasa 87 %
an makna kronologisnya, tapi struktur kebahasaannya). Dampak yang terakhir ini kemudian mendorong sebagian ulama untuk membesa 87 %
emudian mendorong sebagian ulama untuk membesar-besarkan apa yang mereka sebut sebagai “i’jaz al-balaghi al-Qur’ani” (mu’jizat 88 %
ur’ani” (mu’jizat sastrawi Al-Qur’an). Dalam tulisan saya yang ringkas itu, saya telah berusaha memperlihatkan bahwa hingga 88 %
dan penertiban ayat-ayat Al-Qur’an tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam ka 90 %
tetap menjadi isu hangat yang terus diperdebatkan. Tidak ada yang tabu bagi ulama Islam kala itu untuk mendiskusikan kesejarah 90 %
i telah menghilangkan surah al-Ahzab dan karenanya Al-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilik 92 %
-Qur’an yang dibuat Uthman menjadi lebih ramping dari Mushaf yang dimilikinya. Menurut saya, keyakinan akan imanensi dan p 93 %
manensi Al-Qur’an, selain bertentangan dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, ad 93 %
n dengan prinsip tauhid yang paling asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestas 94 %
ng asasi (yakni hanya Allah yang imanen dan permanen, adapun yang lainnya hanyalah manifestasi dari kalam-Nya), juga bertentan 94 %
ga bertentangan dengan konteks kesejarahan Al-Qur’an sendiri yang dinamis, progresif, dan manusiawi. Mengkaji sejarah Al-Qu 95 %
an inilah (dalam bahasa Al-Qur’an disebut “kalimatun sawaa”) yang harus selalu ditekankan oleh kaum Muslim secara khusus dan s 99 %
rti minuman keras dan menstruasi (yang disebutkan dalam ayat yas’alunaka itu), adalah persolan manusia di dunia yang muncul tiba-tiba 47 %
ya. Secara khusus, saya membaca beberapa buku Nasr Hamed Abu zayd dan juga beberapa artikel yang ditulis oleh sarjana Al-Qur’a 6 %


0 komentar:

Posting Komentar